Tuesday, June 5, 2012

Straight Edge

I'm a person just like you
But I've got better things to do
Than sit around and fuck my head
Hang out with the living dead
Snort white shit up my nose
Pass out at the shows
I don't even think about speed
That's something I just don't need
I've got the straight edge
I'm a person just like you
But I've got better things to do
Than sit around and smoke dope
'Cause I know I can cope
Laugh at the thought of eating ludes
Laugh at the thought of sniffing glue
Always gonna keep in touch
Never want to use a crutch
I've got the straight edge
Minor Threat::Straight Edge

Monday, April 30, 2012

Zat Pengawet Makanan yang Aman

Bahan pengawet adalah zat kimia yang dapat menghambat kerusakan pada makanan, karena serangan bakteri, ragi, cendawan.  Reaksi-reaksi kimia yang sering harus dikendalikan adalah reaksi oksidasi, pencoklatan (browning) dan reaksi enzimatis lainnya.  Pengawetan makanan sangat menguntungkan produsen karena dapat menyimpan kelebihan bahan makanan yang ada dan dapat digunakan kembali saat musim paceklik tiba.  Contoh bahan pengawet adalah natrium benzoat, natrium nitrat, asam sitrat, dan asam sorbat.

Berikut ini adalah daftar bahan tambahan pangan yang aman menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan no.1168/Menkes/Per/X/1999 :

Pengawet makanan
1.      Asam benzoate sebanyak 1 g per 1 kg adonan.
2.      Sodium benzoate sebanyak 1 g per 1 kg adonan.
3.      Asam propionate sebanyak 3 g per 1 kg adonan (untuk roti).
4.      Belerang dioksida sebanyak 500 mg per 1 kg adonan.
5.      Asam Askorbat sebanyak 200 mg per 1 kg tepung.
6.      Aseton Peroksida penggunaan secukupnya.
7.      Azodikarbonamida sebanyak 45 mg 1 kg tepung.
8.      Kalsium Stearoil-2 -laktilat lactylate.
-Adonan kue 5 g/kg bahan kering adonan.
-Roti dan sejenisnya 3,75 g/kg tepung.
9.      Sodium Stearil Fumarat 5 g/kg tepung.
10.  Sodium Stearoyl-2-laktilat.
-Roti dan sejenisnya 3,75 g/kg tepung.
-Wafel dan tepung campuran wafel 3 g/kg bahan kering.
-Adonan kue 5 g/kg bahan kering.
-Serabi dan tepung campuran serabi 3 g/kg bahan kering.
11.  L-Sisteina L-Cysteine (Hidroklorida).
-Tepung 90 mg/kg.
-Roti dan sejenisnya secukupnya.


Alternatif Pengawet Pangan
Berdasarkan hasil kajian dan penemuan para ahli/ peneliti yang dimuat dibeberapa  media massa,  bahan pengawet alternatif  yang aman  dan tidak berbahaya bagi kesehatan adalah, Chitosan, Asap Cair (Liquid Smoke), Kunyit,  Air Ki, Air kelapa yang diberi mikroba (Asam Sitrat).
1) Chitosan

Dr. Ir Linawati  ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan (FPIK- IPB) menyatakan chitosan merupakan bahan pengawet organik yang diperoleh dari produk turunan dari polimer chitin yang diproduksi dari limbah udang dan rajungan kadar chitin dalam berat udang berkisar 60–70% bila diproses menjadi chitosan menghasilkan Yield 15– 20%. Chitosan mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun. Bila digunakan pada ikan asin, berfungsi sebagai pelapis (coating), agar tidak dihinggapi lalat, dan menghambat pertumbuhan bakteri. Penggunaan chitosan dapat mengawetkan sampai 8 minggu.
2) Asap Cair (Liquid Smoke)
Dr. AH. Bambang Setiadji, Dosen Fakultas MIPA, UGM, menemukan  Asap Cair ( Liquid Smoke) bisa menjadi bahan pengawet pangan yang berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan. Untuk industri perkebunan asap cair digunakan sebagai koagulan lateks, hal ini karena asap cair bersifat fungsional seperti anti jamur, antibakteri dan anti oksidan yang dapat memperbaiki kualitas karet. Sedangkan penggunaan pada industri kayu dapat mencegah serangan rayap. Pemanfaatan Liquid Smoke pada industri pangan cukup digunakan 25% + 75% air kemudian digunakan untuk merendam ikan dan daging selama 15 menit. Pengawetan dengan merendam ikan dan daging pada asap cair (liquid smoke) ini bisa bertahan selama 25 hari.
3) Kunyit
Dr NL ida Soeid MS, menyatakan kunyit dapat digunakan sebagai pengawet tahu, disamping  berfungsi sebagai warna juga sebagai antibiotik, sekaligus mencegah agar tidak cepat asam. Selain itu untuk kesehatan berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri, antiradang dan antikanker. Kunyit basah kandungan utamanya adalah kurkuminoid 3-5%.  Sedangkan untuk kunyit ekstrak kandungan kurkuminoid mencapai 40–50%. Untuk penggunaan kunyit disarankan agar  tidak melalui pemanasan, terkena cahaya dan lingkungan yang basah. Sebaiknya kunyit ditumbuk digiling dan diperas airnya.
4) Air Ki (Air Endapan Abu Merang)
Air Ki ini  dapat digunakan sebagai pengawet mie dan dapat bertahan sampai 2 hari. Sekarang sudah banyak dijual ditoko cina atau bisa juga membuat sendiri dengan membakar merang padi kemudian ambil abunya lalu larutkan dengan air, kemudian diendapkan sampai terpisah air dan abunya.

Friday, March 2, 2012

Dadih Makanan Tradisional Sumatra Barat

    Dadih adalah bahan pangan tradisional dari daerah Sumatra Barat dan Riau, berasal dari susu kerbau segar yang dibuat dengan cara fermentasi alami dalam tabung bambu yang ditutup dengan daun pisang atau plastik. Proses fermentasi berlangsung secara alami pada suhu ruang dan susu akan menjadi kental (dadih) setelah 2 hari penyimpanan (fermentasi).
    Proses pembuatan dadih ini sangat sederhana. Pertama-tama susu kerbau segar yang baru diperah disaring untuk memisahkan kotoran atau benda asing yang masuk selama pemerahan, kemudian dimasukkan ke dalam tabung bambu yang telah dipotong (dengan panjang masing-masing ± 5 cm dari ruas/buku bambu). Bambu yang digunakan harus masih segar atau belum kering, karena dari hasil penelitian buluh pada bagian dalam bambu inilah yang mengandung bakteri asam laktat (BAL) yang membuat susu kerbau menggumpal menjadi dadih. Kedua, tabung bambu yang telah berisi air susu kerbau ini ditutup dengan daun pisang atau plastik dan diikat dengan karet gelang. Ketiga, tabung bambu yang telah berisi susu kerbau dibiarkan dalam ruangan yang tidak kena sinar matahari langsung (difermentasi) selama ± 2 hari atau sampai menjadi kental/menggumpal.
Proses pembuatan dadih dapat dilihat pada diagram alir berikut ini :

Friday, February 17, 2012

Pembuatan Kecap Asin dari Limbah Kepala Udang Windu

Kecap ikan (fish sauce) merupakan cairan yang diperoleh dari fermentasi ikan dengan garam. Kecap ikan biasanya digunakan sebagai bumbu untuk memasak, pencelupan seafood, dan makanan orang Timur, dibuat oleh nelayan sepanjang negara Asean. Kecap ikan selama ini dibuat dari bahan baku ikan-ikan ukuran kecil yang tidak terjual atau tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi apabila dijual. Pembuatan kecap ikan pada ikan tersebut diharapkan akan meningkatkan nilai jualnya.
Gb.1 Kecap Ikan
Udang adalah komoditas andalan dari sektor perikanan yang umumnya diekspor dalam bentuk beku. Potensi produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Selama ini potensi udang Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4 persen per tahun. Data tahun 2001, potensi udang nasional mencapai 633.681 ton. Dengan asumsi laju peningkatan tersebut tetap, maka pada tahun 2004 potensi udang diperkirakan sebesar 785.025 ton. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor, 60-70 persen dari berat udang menjadi limbah (bagian kulit dan kepala) sehingga diperkirakan akan dihasilkan limbah udang sebesar 510.266 ton.
Gb.2 Udang Windu
Selain itu, limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30% - 75% dari berat udang. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi. Meningkatnya jumlah limbah udang masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus.
Komposisi nutrien limbah kepala udang windu segar masih mengandung protein cukup tinggi yaitu protein 45,54 persen, lemak 5,52 persen, serat kadar 15,31 persen, kalsium. 9,58 persen dan phospor 1,63 persen. Kepala udang yang telah dikeringkan kandungan protein 45,37 persen, lemak 5,91 persen, air 9,54 persen dan abu 18,28 persen.
Kecap ikan selama ini dilakukan secara tradisional. Pembuatan kecap ikan secara tradisional tersebut relatif memerlukan waktu yang panjang. Selain cara tradisional yang hanya menggunakan ikan dan garam, pembuatan kecap ikan dapat pula digunakan enzim. Rekayasa penambahan enzim proteolitik sebelum fermentasi dapat mempersingkat waktu pembuatan kecap ikan. Dalam hal ini tidak diperlukan lagi waktu adaptasi mikroorganisme untuk menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis protein.
Enzim proteolitik diantaranya terdapat dalam getah papaya (disebut enzim papain) dan kulit nanas (enzim bromelin). Papain murni dengan kadar 0,2% b/b pada suhu 550C dapat menghidrolisis sebanyak 80% protein ikan menjadi N terlarut dalam waktu 4 jam, sedang bromelin hanya 71,5%. Namun demikian, penggunaan enzim ini tidak mendukung pembentukan rasa dan aroma, oleh sebab itu, jika akan digunakan enzim papain harus ditambahkan bumbu-bumbu pembentuk rasa dan aroma.
Adapun proses pembuatannya yaitu pada tahap perlakuan awal pada kepala udang, kepala udang dibersihkan dari kotoran dengan melakukan pencucian dan ditiriskan. Setelah itu lalu dicincang halus atau digiling kasar. Pada tahap perlakuan fermentasi limbah kepala udang dengan sumber enzim alami (kulit nenas dan kulit pepaya), setelah kepala udang digiling kemudian dicampur dengan irisan enzim alam, dan dicampurkan secara merata de dalam wadah. Setelah selesai, campuran itu ditambahkan garam dan diukur pH 5-6. Lalu dimasukkan dalam wadah dan ditutup rapat. Kemudian diinkubasi dengan dengan lama penyimpanan 3 hari.
Pada tahap pembuatan kecap setelah selesai fermentasi, cairan ditambah air perbandingan 1:1, kemudian ditambahkan bumbu-bumbu dan dimasak pada suhu 70-80 0C selama 30 menit. Setelah itu kecap disimpan dalam botol dan ditutup.
Daftar Pustaka:
http://bioindustri.blogspot.com