Kecap ikan (fish sauce) merupakan cairan yang diperoleh dari fermentasi ikan dengan garam. Kecap ikan biasanya digunakan sebagai bumbu untuk memasak, pencelupan seafood, dan makanan orang Timur, dibuat oleh nelayan sepanjang negara Asean. Kecap ikan selama ini dibuat dari bahan baku ikan-ikan ukuran kecil yang tidak terjual atau tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi apabila dijual. Pembuatan kecap ikan pada ikan tersebut diharapkan akan meningkatkan nilai jualnya.
![]() |
Gb.1 Kecap Ikan |
Udang adalah komoditas andalan dari sektor perikanan yang umumnya diekspor dalam bentuk beku. Potensi produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Selama ini potensi udang Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4 persen per tahun. Data tahun 2001, potensi udang nasional mencapai 633.681 ton. Dengan asumsi laju peningkatan tersebut tetap, maka pada tahun 2004 potensi udang diperkirakan sebesar 785.025 ton. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor, 60-70 persen dari berat udang menjadi limbah (bagian kulit dan kepala) sehingga diperkirakan akan dihasilkan limbah udang sebesar 510.266 ton.
![]() |
Gb.2 Udang Windu |
Selain itu, limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30% - 75% dari berat udang. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi. Meningkatnya jumlah limbah udang masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus.
Komposisi nutrien limbah kepala udang windu segar masih mengandung protein cukup tinggi yaitu protein 45,54 persen, lemak 5,52 persen, serat kadar 15,31 persen, kalsium. 9,58 persen dan phospor 1,63 persen. Kepala udang yang telah dikeringkan kandungan protein 45,37 persen, lemak 5,91 persen, air 9,54 persen dan abu 18,28 persen.
Kecap ikan selama ini dilakukan secara tradisional. Pembuatan kecap ikan secara tradisional tersebut relatif memerlukan waktu yang panjang. Selain cara tradisional yang hanya menggunakan ikan dan garam, pembuatan kecap ikan dapat pula digunakan enzim. Rekayasa penambahan enzim proteolitik sebelum fermentasi dapat mempersingkat waktu pembuatan kecap ikan. Dalam hal ini tidak diperlukan lagi waktu adaptasi mikroorganisme untuk menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis protein.
Enzim proteolitik diantaranya terdapat dalam getah papaya (disebut enzim papain) dan kulit nanas (enzim bromelin). Papain murni dengan kadar 0,2% b/b pada suhu 550C dapat menghidrolisis sebanyak 80% protein ikan menjadi N terlarut dalam waktu 4 jam, sedang bromelin hanya 71,5%. Namun demikian, penggunaan enzim ini tidak mendukung pembentukan rasa dan aroma, oleh sebab itu, jika akan digunakan enzim papain harus ditambahkan bumbu-bumbu pembentuk rasa dan aroma.
Adapun proses pembuatannya yaitu pada tahap perlakuan awal pada kepala udang, kepala udang dibersihkan dari kotoran dengan melakukan pencucian dan ditiriskan. Setelah itu lalu dicincang halus atau digiling kasar. Pada tahap perlakuan fermentasi limbah kepala udang dengan sumber enzim alami (kulit nenas dan kulit pepaya), setelah kepala udang digiling kemudian dicampur dengan irisan enzim alam, dan dicampurkan secara merata de dalam wadah. Setelah selesai, campuran itu ditambahkan garam dan diukur pH 5-6. Lalu dimasukkan dalam wadah dan ditutup rapat. Kemudian diinkubasi dengan dengan lama penyimpanan 3 hari.
Pada tahap pembuatan kecap setelah selesai fermentasi, cairan ditambah air perbandingan 1:1, kemudian ditambahkan bumbu-bumbu dan dimasak pada suhu 70-80 0C selama 30 menit. Setelah itu kecap disimpan dalam botol dan ditutup.
Daftar Pustaka:
http://bioindustri.blogspot.com